Akhir-ahir ini semakin sering kita mendengar terjadinya bencana alam, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Hampir menjadi biasa kita mendengar pemberitaan adanya puting beliung dan banjir yang merusak rumah warga di berbagai wilayah di Indonesia. Bencana letusan gunung berapi berturut-turut terjadi, mulai dari Gn. Sinabung di Sumatera Utara, Gn. Merapi di Jogjakarta, Gn. Bromo di Jawa timur hingga Gn. Anak Krakatau di Selat Sunda. Beruntung Gn. Krakatau berada di tengah laut dimana jarak terdekat dengan daratan berpenduduk hampir 42 Km sehingga tidak mencapai level AWAS. Setelah letusan Gunung Merapi bencana ikutannya adalah banjir lahar, yaitu bersamaan dengan musim penghujan pada saat ini.
Paling anyar gempa bumi yang diiringi dengan tsunami yang terjadi di Jepang, pada 11 Maret 2011 yang lalu. Gempa terjadi dengan intensitas 8,9 SR, terletak 12,8 km di lepas pantai Fukusima atau kurang lebih 380 km dari Tokyo, pada kedalaman 10 km. Kekadian ini mengakibatkan banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang mencapai 13.116 orang, terutama karena tsunami melanda daerah tersebut dalam waktu yang singkat setelah gempa. Bencana ikutannya yang mungkin lebih besar adalah paparan radioaktif setelah reaktor nuklir rusak akibat gempa tersebut sehingga Pemerintah Jepang meminta para penduduk di kawasan yang berjarak dalam radius 20 hingga 30 kilometer dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima nomor 1 yang rusak untuk mengungsi.
Kemudian di Garut terjadi longsor yang mengakibatkan lima orang tewas setelah diguyur hujan berkepanjangan. Diwilayah Banten juga terjadi longsor yang mengakibatkan enam rumah di Desa Kadukampit, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, diterjang longsor, pada Jumat tanggal 1 April 2011 yang lalu, dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa.
Di Pelabuhan Merak terjadi penumpukan kendaraan akibat gelombang tinggi sehingga kapal tidak dapat berlayar. Bencana alam ini silih berganti seiring dengan perubahan musim dan perubahan cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi. Bencana dapat terjadi akibat factor alam atau pun oleh factor manusia atau oleh keduanya. Untuk itu perlu sikap waspada dalam menghadapi bencana ini. Kita harus mengetahui dan memahami potensi-potensi bencana yang mungkin terjadi di wilayah kita.
Wilayah Indonesia berada dalam posisi geografis yang rawan terpapar berbagai bencana alam. Wilayah Provinsi Banten tidak terkecuali dari kemungkinan ini. Banten memiliki jumlah penduduk yang cukup padat terutama di daerah-daerah perkotaan. Banten juga merupakan nadi penting bagi ekonomi karena merupakan daerah penghubung antara P. Jawa dengan P. Sumatera, sehingga menjadikan situasi risiko yang dihadapinya dipandang sebagai sesuatu yang khusus. Berbagai jenis bencana geologi hadir di wilayah Indonesia yang pada banyak kejadian mempengaruhi beberapa wilayah lainnya. Bencana geologi ini seringkali mengakibatkan dampak kerusakan langsung maupun tak langsung yang sangat besar, selain itu dapat juga mengakibatkan banyak kematian dan orang terluka. Akhir-akhir ini Indonesia seringkali dilanda bencana alam dari berbagai jenis, baik yang murni oleh sebab-sebab alami, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sampai yang disebabkan oleh gabungan dari keduanya.
Wilayah Indonesia secara geologi, mempunyai tatanan tektonik yang sangat kompleks, yaitu terletak diantara berbagai lempeng samudera dan lempeng benua yang aktif bergerak sepanjang waktu. Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Dengan terdapatnya pertemuan ke tiga lempeng tersebut maka di wilayah Indonesia terjadi tumbukan antara lempeng benua Eurasia dengan lempeng samudera Indo-Australia dan lempeng samudra pasifik. Ditempat terjadinya tumbukan itu terdapat zona tunjaman lempeng atau disebut juga zona subduksi dimana lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua Eurasia. Di sepanjang zona penunjaman tersebut pada lempeng benua terbentuk gugusan kepulauan gunung berapi atau sabuk gunung berapi (Magmatic belt) yang berderet di sepanjang Sumatera, Jawa bagian selatan menerus ke Nusa Tenggara, hingga Banda, Hamilton (1976) menyebutnya sebagai Sunda – Banda magmatic arc atau busur gunungapi Sunda - Banda. Jajaran pegunungan tersebut membentuk cincin pegunungan berapi yang mengelilingi wilayah Indonesia sehingga disebut sebagai “Ring of Fire”. Kondisi geologi diatas menyebabkan Indonesia, khususnya sepanjang Busur Sunda-Banda dimana Provinsi Banten merupakan bagian dari padanya, menjadi sangat rentan terhadap bencana alam yang beraspek geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, tanah longsor dan lain-lain.
Di wilayah Banten zona tunjaman atau subduksi terdapat di sepanjang Banten bagian selatan di daerah Samudra Indonesia. Pergerakan lempeng pada zona subdaksi ini menurut data rata-rata 7,5 mm/tahun. Gempa bumi biasanya bersumber dari terjadinya pergeseran atau pelepasan energi pada zona subduksi ini seperti pada peristiwa gempa Aceh, Jogja dan terakhir Tasikmalaya yang banyak memakan korban. Tapi disisilain dengan adanya zona ini menghasilkan sumber bahan mineral seperti emas, perak, logam dasar (Cu, Pb, Zn) dan hasil kegiatan gunungapi lainnya seperti andesit, pasir, tras dan bahan galian industri lainnya. Gambar 1. Tektonik Indonesia Pertemuan Lempeng Indo-Australia, Pasifik dan Eurasia di Indonesia (Katili, 1973) |
Gempa Bumi
Letak Indonesia yang berdekatan dengan lempeng tektonik besar menjadi sebab sering terjadinya risiko gempa bumi yang mempengaruhi hampir seluruh negeri kita. Akibatnya, catatan sejarah gempa bumi yang dahsyat sangat panjang dan korban jiwa sangat banyak di negeri kita ini. Gempa bumi yang terjadi baru‐baru ini masih hangat dalam ingatan setiap orang, misalnya Gempa bumi besar di Aceh pada bulan Desember 2004, gempa bumi Nias pada bulan Maret 2005, Gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006 dan gempa di Tasikmalaya bulan November 2009 dan terakhir di Banten gempa di daerah Sumur/Ujung Kulon bulan Desember 2009.
Gempabumi adalah suatu akibat kejadian pembebasan atau pelepasan energi yang menumpuk dan terkungkung di dalam kerak bumi ke permukaan. Energi yang dibebaskan itu berubah menjadi gelombang getaran atau goncangan yang kemudian dirasakan oleh manusia dan direkam oleh alat pencatat gempabumi (Seismograf). Gempabumi mempunyai karakter khusus umumnya terjadi tanpa peringatan dan terjadi secara cepat dalam hitungan waktu menit dan detik. Peristiwa gempabumi biasanya terdiri atas 3 fase yakni gempabumi awal (fore shock), gempabumi utama (main shock) dan gempabumi susulan (after shock).
Gempabumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan gelombang laut. Gelombang terjadi akibat adanya suatu perubahan berupa patahan dengan gerak tegak (vertikal) di dasar laut akibat gempabumi, gelombang besar akibat gempa bumi disebut Tsunami. Di Wilayah Banten sumber gempa bumi yang mungkin terjadi berada di daerah Banten selatan yaitu di daerah Sumur - Ujung Kulon. Di daerah tersebut sering tercatat terjadi gempa seperti terakhir terjadi pada 16 Oktober 2009 dengan kekuatan 6,3 SR dan pada kedalaman 53,7 Km. Yang harus di waspai juga adanya gempa yang diikuti dengan tsunami dapat terjadi terutama pantai-pantai daerah selatan Banten, karena selama ini sumber gempa Banten biasanya bersumber di daerah selatan yaitu sekitar Lampung, Ujung Kulon, daerah Bayah hingga Pelabuhan Ratu yang merupakan jalur tumbukan lempeng/subdaksi lempeng Indoaustralia dengan lempeng Eurasia.
Longsor
Peta rawan bencana longsor ini dapat dijadikan rujukan dalam mempersiapkan penanggulangan terhadap kemungkinan terjadinya bencana longsor. Atau kita dapat mewaspadai daerah-daerah yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya longsor. Kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada bulan Januari ini karena menurut prakiraan BMG curah hujan akan meningkat hingga akhir Februari. Dengan tingginya curah hujan maka kemungkinan terjadinya longsor juga mengalami peningkatan. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah mengeluarkan peta prakiraan wilayah berpotensi gerakan tanah yang harus di waspada selama bulan ini di Provinsi Banten.
Daerah-daerah yang perlu diwaspadai terhadap terjadinya gerakan tanah/longsor karena memiliki potensi menengah sampai tinggi pada bulan Januari ini adalah: sebagian daerah Mancak, Anyer, Cinangka, Ciomas dan Padarincang di Kab. Serang. Daerah Mandalawangi, Jiput, Munjul, Panimbang, Cikeusik, Cigeulis, Sumur, Cibaliung dan Cimanggu di Kab. Pandeglang, Daerah Cimarga, Cileles, Bayah, Malingping, Bojongmanik, Leuwidamar, Muncang, Cijaku, Cigemblong, Banjarsari, Panggarangan , Cilograng, Cibeber, Sajira dan daerah Cipanas di wilayah Kabupaten Lebak.
Tips Menghadapi Longsor dan Ciri Daerah Rawan Longsor (Tim Bakornas)
Ciri Daerah Rawan Longsor
- Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
- Lapisan tanah tebal di atas lereng
- Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik
- Lereng terbuka atau gundul
- Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
- Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil
- Adanya aliran sungai di dasar lereng
- Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya bangunan rumah atau sarana lainnya.
- Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan
Upaya mengurangi tanah longsor
- Menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung.
- Menanami lereng dengan tanaman serta memperbaiki tata air dan guna lahan.
- Waspada terhadap mata air/rembesan air pada lereng.
- Waspada padsa saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama
Yang dilakukan pada saat dan setelah longsor
- Karena longsor terjadi pada saat yang mendadak, evakuasi penduduk segera setelah diketahui tanda-tanda tebing akan longsor.
- Segera hubungi pihak terkait dan lakukan pemindahan korban dengan hati-hati.
- Segera lakukan pemindahan penduduk ke tempat yang aman.
Letusan Gunung Api
Indonesia mempunyai jumlah gunung api aktif yang terbanyak di seluruh dunia. Beberapa letusan yang terbesar sepanjang sejarah terjadi di wilayah Indonesia, antara lain letusan Krakatau yang ‘terkenal’ pada bulan Agustus 1883, atau letusan Gunung Tambora yang lebih dahsyat lagi pada bulan April 1815. Pulau Jawa yang berpenduduk sangat padat saja mempunyai 21 gunung api aktif tipe A (letusan terjadi sekurangnya satu kali sejak tahun 1600 M). Gunung Api paling aktif di P. Jawa adalah Gunung Merapi di sebelah utara Yogyakarta. Letusan Gunung Merapi yang tak terkira banyaknya telah mengakibatkan kerusakan dan kehilangan jiwa, harta, dan kerugian ekonomi. Letusan terbaru terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang kemudian dikuti dengan seburan awan panas.
Di Provinsi Banten, potensi bahaya letusan gunung berapi terbesar hanya berasal dari Gunung Krakatau di Selat Sunda. Namun bila kita belajar dari peristiwa meletusnya Gunung Sinabung di Sumatera Utara gunung yang lain pun perlu diwaspadai, seperti Gunung Karang, Gunung Aseupan dan Gunung Pulosari yang memiliki kawah dann terdapat hembusan fumarol di sisi kawahnya.
Sejarah telah mencatat letusan Gn. Krakatau pada 27 Agustus 1883 telah menewaskan lebih dari 40.000 orang yang sebagian besar diakibatkan oleh Tsunami yang diakibatkan oleh letusan gunung tersebut. Dibawah ini peta tsunami yang melanda Banten tahun 1883 yang memperlihatkan ketinggian gelombang di setiap daerah di Banten (Gambar 4).Komplek Vulkanik Krakatau terletak di Selat Sunda, dan secara administratip masuk ke Lampung Selatan. Terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata, Sertung, Panjang dan Anak Krakatau. Rakata biasa disebut pula Krakatau Besar, sedangkan Panjang disebut pula Krakatau Kecil. Tiga pulau yang disebutkan pertama adalah merupakan sisa pembentukan kaldera, dan Rakata sendiri merupakan gunungapi yang tumbuh bersamaan dengan dengan gunungapi Danan dan Perbuatan sebelum terjadi letusan paroksismal 1883.
Krakatau menjadi gunungapi terkenal di dunia karena letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883. Satu pulau besar yang terbentuk oleh tiga gunungapi, yaitu kerucut basal Rakata dan kerucut andesit Perbuatan dan Danan. Setelah erupsi terjadi, maka gunungapi Danan, Perbuatan dan setengan bagian Rakata, serta pulau Polish kecil lenyap, dan meninggalkan beberapa pulau baru dan sisa pembentukan kaldera dengan kedalaman 250 m dan diameter 7 km. Yang cukup menakjubkan adalah setelah lima tahun erupsi berlalu, tanaman dan beberapa binatang tumbuh kembali. Aktivitas Gunung Krakatau sampai saat ini cukup stabil walaupun beberapa saat yang lalu pada bulan Mei 2009 sempat menunjukkan peningkatan sehingga statusnya adalah siaga (lavel III).
Meski gunung api merupakan bahaya yang senantiasa mengancam penduduk di sekitarnya, gunung api juga memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekelilingnya karena memberi unsur hara yang penting bagi kesuburan tanah.
oleh : Eko Palmadi