Potensi Bencana Geologi di Provinsi Banten

Akhir-ahir ini semakin sering kita mendengar terjadinya bencana alam, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Hampir menjadi biasa kita mendengar pemberitaan adanya puting beliung dan banjir yang merusak rumah warga di berbagai wilayah di Indonesia. Bencana letusan gunung berapi berturut-turut terjadi, mulai dari Gn. Sinabung di Sumatera Utara, Gn. Merapi di Jogjakarta, Gn. Bromo di Jawa timur hingga Gn. Anak Krakatau di Selat Sunda. Beruntung Gn. Krakatau berada di tengah laut dimana jarak terdekat dengan daratan berpenduduk  hampir 42 Km sehingga tidak mencapai level AWAS.  Setelah letusan Gunung Merapi bencana ikutannya adalah banjir lahar, yaitu bersamaan dengan musim penghujan pada saat ini.
Paling anyar gempa bumi yang diiringi dengan tsunami yang terjadi di Jepang, pada 11 Maret 2011 yang lalu. Gempa terjadi dengan intensitas 8,9 SR, terletak 12,8 km di lepas pantai Fukusima atau kurang lebih 380 km dari Tokyo, pada kedalaman 10 km. Kekadian ini mengakibatkan banyak menimbulkan kerusakan dan korban jiwa yang mencapai 13.116 orang, terutama karena tsunami melanda daerah tersebut dalam waktu yang singkat setelah gempa. Bencana ikutannya yang mungkin lebih besar adalah paparan radioaktif setelah reaktor nuklir rusak akibat gempa tersebut sehingga Pemerintah Jepang meminta para penduduk di kawasan yang berjarak dalam radius 20 hingga 30 kilometer dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima nomor 1 yang rusak untuk mengungsi.
Kemudian di Garut terjadi longsor yang mengakibatkan lima orang tewas setelah diguyur hujan berkepanjangan. Diwilayah Banten juga terjadi longsor yang mengakibatkan enam rumah di Desa Kadukampit, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, diterjang longsor, pada Jumat tanggal 1 April 2011 yang lalu, dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa.
Di Pelabuhan Merak terjadi penumpukan kendaraan akibat gelombang tinggi sehingga kapal tidak dapat berlayar. Bencana alam ini silih berganti seiring dengan perubahan musim dan perubahan cuaca yang semakin sulit untuk diprediksi. Bencana dapat terjadi akibat factor alam atau pun oleh factor manusia atau oleh keduanya. Untuk itu perlu sikap waspada dalam menghadapi bencana ini. Kita harus mengetahui dan memahami potensi-potensi bencana yang mungkin terjadi di wilayah kita.
Wilayah  Indonesia berada dalam posisi geografis yang rawan terpapar berbagai bencana  alam. Wilayah Provinsi Banten tidak terkecuali dari kemungkinan ini. Banten memiliki  jumlah penduduk yang cukup padat terutama di daerah-daerah perkotaan. Banten juga merupakan nadi penting bagi ekonomi  karena merupakan daerah penghubung antara P. Jawa  dengan P. Sumatera, sehingga  menjadikan situasi risiko yang dihadapinya dipandang sebagai sesuatu yang khusus.  Berbagai jenis bencana geologi hadir di wilayah Indonesia yang pada banyak kejadian mempengaruhi beberapa wilayah lainnya. Bencana geologi ini seringkali mengakibatkan dampak kerusakan langsung maupun tak langsung yang sangat besar, selain itu dapat juga mengakibatkan banyak kematian dan orang terluka. Akhir-akhir ini Indonesia seringkali dilanda bencana alam dari berbagai jenis, baik yang murni oleh sebab-sebab alami, yang diakibatkan oleh kegiatan manusia sampai yang disebabkan oleh gabungan dari keduanya.
Wilayah Indonesia secara geologi, mempunyai tatanan tektonik yang sangat kompleks, yaitu terletak diantara berbagai lempeng samudera dan lempeng benua yang aktif bergerak sepanjang waktu. Indonesia merupakan tempat  pertemuan tiga lempeng dunia yaitu Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia dan Lempeng Pasifik. Dengan terdapatnya pertemuan ke tiga lempeng tersebut maka di wilayah Indonesia terjadi tumbukan antara lempeng benua Eurasia dengan lempeng samudera Indo-Australia dan lempeng samudra pasifik. Ditempat terjadinya tumbukan itu terdapat zona tunjaman lempeng atau disebut juga zona subduksi dimana lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua Eurasia. Di sepanjang zona penunjaman tersebut pada lempeng benua terbentuk gugusan kepulauan gunung berapi atau sabuk gunung berapi (Magmatic belt) yang berderet di sepanjang Sumatera, Jawa bagian selatan menerus ke Nusa Tenggara, hingga Banda, Hamilton (1976) menyebutnya sebagai Sunda – Banda magmatic arc atau busur gunungapi Sunda - Banda. Jajaran pegunungan tersebut membentuk cincin pegunungan berapi yang mengelilingi wilayah Indonesia sehingga disebut sebagai “Ring of Fire”. Kondisi geologi diatas menyebabkan Indonesia, khususnya sepanjang Busur Sunda-Banda dimana Provinsi Banten merupakan bagian dari padanya, menjadi sangat rentan terhadap bencana alam yang beraspek geologi seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, tanah longsor dan lain-lain.
Di wilayah Banten zona tunjaman atau subduksi terdapat di sepanjang Banten bagian selatan  di daerah Samudra Indonesia. Pergerakan lempeng pada zona subdaksi ini menurut data rata-rata 7,5 mm/tahun. Gempa bumi biasanya bersumber dari terjadinya pergeseran atau pelepasan energi pada zona subduksi ini seperti pada peristiwa gempa Aceh, Jogja dan terakhir Tasikmalaya yang banyak memakan korban. Tapi disisilain  dengan adanya zona ini menghasilkan sumber bahan mineral seperti emas, perak, logam dasar (Cu, Pb, Zn) dan hasil kegiatan gunungapi lainnya seperti andesit, pasir, tras dan bahan galian industri lainnya. 

Gambar 1. Tektonik Indonesia Pertemuan Lempeng Indo-Australia, 
Pasifik dan Eurasia di Indonesia (Katili, 1973)
  Gambar 2.  Zona Penunjaman Lempeng Samudera dan 
Lempeng Benua (Zona Subduksi)
Gempa Bumi

Letak Indonesia yang berdekatan dengan lempeng tektonik besar menjadi sebab sering terjadinya risiko gempa bumi yang mempengaruhi hampir seluruh negeri kita. Akibatnya, catatan sejarah gempa bumi yang dahsyat sangat panjang dan korban jiwa sangat banyak di negeri kita ini. Gempa bumi yang terjadi barubaru ini masih hangat dalam ingatan setiap orang, misalnya Gempa bumi besar di Aceh pada bulan Desember 2004, gempa bumi Nias pada bulan Maret 2005, Gempa bumi Yogyakarta pada bulan Mei 2006 dan gempa di Tasikmalaya bulan November 2009 dan terakhir di Banten gempa di daerah Sumur/Ujung Kulon bulan Desember 2009.

Gempabumi adalah suatu akibat kejadian pembebasan atau pelepasan energi yang menumpuk dan terkungkung di dalam kerak bumi ke permukaan. Energi yang dibebaskan itu berubah menjadi gelombang getaran atau goncangan yang kemudian dirasakan oleh manusia dan direkam oleh alat pencatat  gempabumi (Seismograf). Gempabumi mempunyai karakter khusus umumnya terjadi tanpa peringatan dan terjadi secara cepat dalam hitungan waktu menit dan detik. Peristiwa gempabumi biasanya terdiri atas  3 fase yakni gempabumi awal (fore shock), gempabumi utama (main shock) dan gempabumi susulan (after shock).

Gempabumi yang terjadi di laut dapat mengakibatkan gelombang laut. Gelombang terjadi akibat adanya suatu perubahan berupa patahan dengan gerak tegak (vertikal) di dasar laut akibat gempabumi, gelombang besar akibat gempa bumi disebut Tsunami. Di Wilayah Banten sumber gempa bumi yang mungkin terjadi berada di daerah Banten selatan yaitu di daerah Sumur - Ujung Kulon. Di daerah tersebut sering tercatat terjadi gempa seperti terakhir terjadi pada 16 Oktober 2009 dengan kekuatan 6,3 SR dan pada kedalaman 53,7 Km. Yang harus di waspai juga adanya gempa yang diikuti dengan tsunami dapat terjadi terutama pantai-pantai daerah selatan Banten, karena selama ini sumber gempa Banten biasanya bersumber di daerah selatan yaitu sekitar Lampung, Ujung Kulon, daerah Bayah hingga Pelabuhan Ratu yang merupakan jalur tumbukan lempeng/subdaksi lempeng Indoaustralia dengan lempeng Eurasia.


Longsor

Istilah longsor mencakup berbagai jenis pergerakan tanah, termasuk runtuhan batu, aliran serpih, penurunan tanah (slump), dan lainnya. Ciri geologi, geomorfologi, geografi, dan tata guna lahannya menentukan  kecenderungan bencana yang terjadi. Bencana dipicu oleh curah hujan tinggi, gempa bumi atau pergerakan tanah akibat gempa bumi. Longsor merupakan proses geologi yang alami, namun kecenderungannya dapat meningkat atau dipicu oleh kegiatan manusia. Dalam rangka antisipasi bahaya longsor tersebut DISTAMBEN Prov. Banten telah melakukan pemetaan daerah rawan longsir di Proinsi Banten sebagaimana peta di bawah ini :
Gambar 3. Peta Daerah Rawan Longsor di Provinsi Banten
 
Peta rawan bencana longsor ini dapat dijadikan rujukan dalam mempersiapkan penanggulangan terhadap kemungkinan terjadinya bencana longsor. Atau kita dapat mewaspadai daerah-daerah yang memiliki tingkat kerawanan yang tinggi terhadap kemungkinan terjadinya longsor. Kewaspadaan perlu ditingkatkan terutama pada bulan Januari ini karena menurut prakiraan BMG curah hujan akan meningkat hingga akhir Februari. Dengan tingginya curah hujan maka kemungkinan terjadinya longsor juga mengalami peningkatan. Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah mengeluarkan peta prakiraan wilayah berpotensi gerakan tanah yang harus di waspada selama bulan ini di Provinsi Banten.
Gambar 4. Peta Prakiraan Wilayah Berpotensi Terjadinya Gerakan Tanah
   
Daerah-daerah yang perlu diwaspadai terhadap terjadinya gerakan tanah/longsor  karena memiliki potensi menengah sampai tinggi pada bulan Januari ini adalah:  sebagian daerah Mancak, Anyer, Cinangka, Ciomas dan Padarincang di Kab. Serang. Daerah Mandalawangi,  Jiput, Munjul, Panimbang, Cikeusik, Cigeulis, Sumur, Cibaliung dan Cimanggu di Kab. Pandeglang, Daerah Cimarga, Cileles, Bayah, Malingping,  Bojongmanik, Leuwidamar, Muncang, Cijaku, Cigemblong, Banjarsari, Panggarangan , Cilograng, Cibeber, Sajira dan daerah Cipanas di wilayah Kabupaten Lebak.
Tips Menghadapi Longsor dan Ciri Daerah Rawan Longsor (Tim Bakornas)
Ciri Daerah Rawan Longsor
  1. Daerah berbukit dengan kelerengan lebih dari 20 derajat
  2. Lapisan tanah tebal di atas lereng
  3. Sistem tata air dan tata guna lahan yang kurang baik
  4. Lereng terbuka atau gundul
  5. Terdapat retakan tapal kuda pada bagian atas tebing
  6. Banyaknya mata air/rembesan air pada tebing disertai longsoran-longsoran kecil
  7. Adanya aliran sungai di dasar lereng
  8. Pembebanan yang berlebihan pada lereng seperti adanya bangunan rumah atau sarana lainnya.
  9. Pemotongan tebing untuk pembangunan rumah atau jalan

Upaya mengurangi tanah longsor
  1. Menutup retakan pada atas tebing dengan material lempung.
  2. Menanami lereng dengan tanaman serta memperbaiki tata air dan guna lahan.
  3. Waspada terhadap mata air/rembesan air pada lereng.
  4. Waspada padsa saat curah hujan yang tinggi pada waktu yang lama

Yang dilakukan pada saat dan setelah longsor
  1. Karena longsor terjadi pada saat yang mendadak, evakuasi penduduk segera setelah diketahui tanda-tanda tebing akan longsor.
  2. Segera hubungi pihak terkait dan lakukan pemindahan korban dengan hati-hati.
  3. Segera lakukan pemindahan penduduk ke tempat yang aman.

Letusan Gunung Api

Indonesia mempunyai jumlah gunung api aktif yang terbanyak di seluruh dunia. Beberapa letusan yang terbesar sepanjang sejarah terjadi di wilayah Indonesia, antara lain letusan Krakatau yang ‘terkenal’ pada bulan Agustus 1883, atau letusan Gunung Tambora yang lebih dahsyat lagi pada bulan April 1815. Pulau Jawa yang berpenduduk sangat padat saja mempunyai 21 gunung api aktif tipe A (letusan terjadi sekurangnya satu kali sejak tahun 1600 M). Gunung Api paling aktif di P. Jawa adalah Gunung Merapi di sebelah utara Yogyakarta. Letusan Gunung Merapi yang tak terkira banyaknya telah mengakibatkan kerusakan dan kehilangan jiwa, harta, dan kerugian ekonomi. Letusan terbaru terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang kemudian dikuti dengan seburan awan panas.
Di Provinsi Banten, potensi bahaya letusan gunung berapi terbesar hanya berasal dari Gunung Krakatau di Selat Sunda. Namun bila kita belajar dari peristiwa meletusnya Gunung Sinabung di Sumatera Utara gunung yang lain pun perlu diwaspadai, seperti Gunung Karang, Gunung Aseupan dan Gunung Pulosari yang memiliki kawah dann terdapat hembusan fumarol di sisi kawahnya. 
Sejarah telah mencatat letusan Gn. Krakatau pada 27 Agustus 1883 telah menewaskan lebih dari 40.000 orang yang sebagian besar diakibatkan oleh Tsunami yang diakibatkan oleh letusan gunung tersebut. Dibawah ini peta tsunami yang melanda Banten tahun 1883 yang memperlihatkan ketinggian gelombang di setiap daerah di Banten (Gambar 4).

  Gambar 4. Peta Tsunami akibat letusan Krakatau Tahun 1883,  
menggambarkan daerah-daerah di Banten dan Lampung,  
yang terkena gelombang dan ketinggian gelombang tsunaminya

Komplek Vulkanik Krakatau terletak di Selat Sunda, dan secara administratip masuk ke Lampung Selatan. Terdiri atas empat pulau, yaitu Rakata, Sertung, Panjang dan Anak Krakatau. Rakata biasa disebut pula Krakatau Besar, sedangkan Panjang disebut pula Krakatau Kecil. Tiga pulau yang disebutkan pertama adalah merupakan sisa pembentukan kaldera, dan Rakata sendiri merupakan gunungapi yang tumbuh bersamaan dengan dengan gunungapi Danan dan Perbuatan sebelum terjadi letusan paroksismal 1883.
Krakatau menjadi gunungapi terkenal di dunia karena letusan dahsyat pada 27 Agustus 1883. Satu pulau besar yang terbentuk oleh tiga gunungapi, yaitu kerucut basal Rakata dan kerucut andesit Perbuatan dan Danan. Setelah erupsi terjadi, maka gunungapi Danan, Perbuatan dan setengan bagian Rakata, serta pulau Polish kecil lenyap, dan meninggalkan beberapa pulau baru dan sisa pembentukan kaldera dengan kedalaman 250 m dan diameter 7 km. Yang cukup menakjubkan adalah setelah lima tahun erupsi berlalu, tanaman dan beberapa binatang tumbuh kembali. Aktivitas Gunung Krakatau sampai saat ini cukup stabil walaupun beberapa saat yang lalu  pada bulan Mei 2009 sempat menunjukkan peningkatan sehingga statusnya adalah siaga (lavel III).
Meski gunung api merupakan bahaya yang senantiasa mengancam penduduk di sekitarnya, gunung api juga memberikan kesejahteraan kepada masyarakat di sekelilingnya karena memberi unsur hara yang penting bagi kesuburan tanah.

oleh : Eko Palmadi 

Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah

Berikut beberapa pointer penting yang dapat diambil dari hasil mengikuti Workshop  Air Tanah yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dengan tema "Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah" :
  • Air tanah merupakan sumber air baku yang memiliki peran penting dalam menunjang kelangsungan pembangunan dan kehidupan sehari-hari masyarakat, sehingga perlu dikelola secara bijaksana agar pemanfaatannya dapat terus berkelanjutan.
  • Belum mampunya perusahaan air minum menyuplai kebutuhan air bersih sehingga cenderung mempergunakan air tanah melalui sumur bor dengan tingkat pengambilan yang sulit dikendalikan, sehingga berakibat terjadinya kerusakan lingkungan air tanah.
  • Kebijakan dan strategi pengelolaan air tanah harus terintegrasi dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air yang berwawasan lingkungan.
  • Ijin pemakaian dan pengusahaan air tanah diberikan oleh Bupati/Walikota dengan rekomendasi teknis diberikan oleh instansi/dinas yang membidangi air tanah kabupaten/kota apabila cekungan air tanahnya terletak pada satu wilayah administrasi kabupaten/kota. Bila cekungan air tanah lintas kabupaten, maka rekomendasi teknis dimintakan kepada Gubernur. Bila cekungan air tanah lintas provinsi/negara rekomendasi teknisnya dimintakan ke Menteri yang membidangi air tanah.
  • Kebijakan pengembangan air tanah diharapkan dapat mengarahkan pada pemanfaatan air tanah yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjamin kelestarian dan kelangsungan ketersediaan air tanah.
  • Upaya pengendalian daya rusak air tanah dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan antara lain meliputi kegiatan pengendalian pengambilan dan pemanfaatan air tanah, kegiatan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah, serta kegiatan pemulihan kerusakan air tanah.
  • Diperlukan berbagai kajian ilmiah bidang hidrogeologi dengan memanfaatakan berbagai teknologi bidang hidrogeologi sebagai bahan penyusunan peraturan dan pedoman tentang pengendalian daya rusak air tanah yang dapat dipergunakan atau diterapkan oleh pengelola air tanah.
  • Salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam upaya pengelolaan air tanah melalui konservasi air tanah yaitu dengan memanfaatkan kajian teknik isotop yang dapat memberikan informasi dengan cepat dan spesifik sebagai fingerprint untuk mengetahui daerah imbuhan, umur air tanah dan karakter pola aliran air tanah sehingga bisa dilakukan penilaian atau perencanaan pemanfaatan air tanah dan upaya perlindungan daerah imbuhan air tanah dalam suatu cekungan air tanah.
  • Perlu dilakukan sinkronisasi terhadap peraturan/perundangan di bidang air tanah untuk menghidari terjadinya konflik/perbedaan dalam pemahaman/penafsiran peraturan/perundangan tersebut.
  • Masalah de-watering air tanah perlu dikaji dengan peraturan yang lebih rinci sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.
  • Berdasarkan kajian ilmiah, mata air merupakan bagian dari air tanah namun apabila sudah dialirkan merupakan bagian dari air permukaan. 

      Oleh : Nana Suharna

Tahapan Penyelidikan dan Tingkat Klasifikasi Sumberdaya Mineral


A. Tahapan Penyelidikan
Eksplorasi berasal dari kata exploration yang berarti penyelidikan atau berasal dari to explore – explorer yang berarti menyelidiki, memeriksa, menjelajah tempat  di dunia yang belum diketahui dengan baik.
Tujuan dari eksplorasi dalam kegiatan pertambangan adalah untuk mengidentifikasi pemineralan, penentuan ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas dari suatu bentuk endapan mineral yang pada ahirnya dapat dikajian kemungkinan dilakukannya investasi.
Dalam kegiatan eksplorasi bahan galian/mineral terdapat beberapa tahapan kegiatan. Tahapan eksplorasi (exploration stage) adalah urutan penyelidikan geologi yang umumnya dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut  (Tabel 1) :
1.    Survey Tinjau (Reconnaissence)
2.    Prospeksi (Prospecting)
3.    Eksplorasi Umum (General Exploration)
4.    Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)

1.    Survey Tinjau (Reconnaissence)
Tahapan ini merupakan tahapan paling awal dalam kegiatan eksplorasi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang berpotensi bagi keterdapatan mineral secara geologi atau daerah anomali yang prospektif untuk penyelidikan lebih lanjut.
Dalam tahapan ini, penyelidikan dilakukan pada daerah yang sangat luas dengan pengamatan dilakukan tidak berpola dan pada lokasi-lokasi yang dianggap menarik. Awal dari tahapan ini biasanya berupa pengumpulan data skunder dan primer. Pengumpulan data skunder berupa studi kepustakaan, survey foto udara dan analisa peta geologi regional. Pengumpulan data primer berupa pemetaan geologi regional dengan skala 1 : 250.000 atau 1 : 100.000, peninjauan pada lokasi-lokasi yang dianggap menarik yang biasanya diikuti dengan pengambilan contoh geokimia batuan dan sedimen sungai secara acak juga didukung dengan pengambilan conto konsentrat dulang.


Tabel 1.  Hubungan antara Tahapan Eksplorasi dengan Metoda Penyelidikan, Kerapatan Titik Pengamatan dan   Kalasifikasi Sumber Daya (Cadangan) Bahan Galian
 
Tahapan
Eksplorasi
Pengembangan
Penyelidikan Umum
Eksplorasi
Studi Kelayakan
Konstruksi
Survey Tinjau
Prospeksi
Eksplorasi Umum
Eksplorasi Rinci
Metoda Eksplorasi (Penyelidikan)
Kepustakaan, Survey udara/foto udara, Pemetaan Geologi Regional skala 1 :250.000 – 1:100.000, Geokimia
Pemetaan geologi semi rinci, 1:100.000 – 1:10.000, penyelidikan geokimia dan geofisika
Pemetaan geologi rinci skala 1:10.000–1:2.000, penyelidikan geokimia dan geofisika, parit /sumur uji, pemboran geologi
Pemetaan geologi rinci skala 1:2.000–1:5.00,  prit / sumur uji, pemboran geologi, terowongan, uji pengolahan


Luas Wilayah
Sangat luas
Sampai beberapa ratus km2
Terbatas (beberapa puluh km2)
Sangat terbatas (beberapa km2)


Kerapatan Titik Pengamatan
Tidak terpola, pada lokasi-lokasi yang menarik
Terplola, 1-10 km2 perconto endapan sungai aktif
Terpola (grid), interval 100-25 m conto tanah
Makin rapat, pemboran dilakukan makin rapat


Klasifikasi Sumber Daya dan Cadangan
Sumber daya hipotetik
Sumber daya terreka
Sumber daya terunjuk
Sumber daya terukur
Cadangan terkira atau terbukti
Cadangan


Jangka Waktu (Tahun)  & Luas (Ha)
( Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara)

Jenis
IUP Eksplorasi
IUP Operasi Produksi
Mineral
Pu
Expl
Fs
Luas (Ha)
Konst
Prod
Luas (Ha)
Logam
1
3 + (2X1)
1+(1)
Max. 100.000
Min. 5.000
2
20 + (2x10)
Max. 25.000
Batubara
1
2 + (2X1)
2
Max. 50.000
Min. 5.000
2
20 + (2x10)
Max. 15.000
Bukan logam
1
3 + (1X1)
1 + (1)
Max. 25.000
Min. 500
3
20 +(2x10) Semen
10 + (2x5)
Max. 5.000
Batuan
1
1
1
Max. 5.000
Min. 5
1
5 + (2x5)
Max. 5.000
Radioaktif
1
3+(1x1)
1
Tergantung Penugasan

Tergantung Penugasan
Tergantung Penugasan
Keterangan : Jangka waktu IUP Eksplorasi 3 + (2X1) artinya jangka waktu izin 3 tahun dapat diperpanjang
                    2 kali masing-masing 1 tahun



2.    Prospeksi (Prospecting)
Tahapan eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran mineral dengan cara mempersempit daerah yang mengandung sebaran endapan mineral yang potensial, luas daerahnya biasanya sampai beberapa ratus km2. Metoda yang digunakan adalah pemetaan geologi untuk mengidentifikasi singkapan, penyelidikan geokimia  dan geofisika. Pada tahapan ini pengamatan dan pengambilan conto geokimia dilakukan lebih terpola. Conto yang diambil biasanya berupa endapan sungai aktif dan batuan dimana setiap conto mewakili daerah seluas 1 – 10 km2. Penyelidikan geofisika mulai dilakukan pada tahapan ini, tujuannya untuk mengetahui kondisi geologi/mineralisasi bawah permukaan baik menyangkut keberadaan/posisi dan dimensi mineralisasi dengan metoda geofisika. Metoda ini sebagai pendukung data geokimia dan pemetaan. Selain kedua metoda tersebut dilakukan juga uji paritan, uji sumuran dan pemboran geologi. Dalam tahapan ini estimasi kuantitas dihitung berdasarkan interpetasi geologi, geokimia dan geofisika.

3. Eksplorasi Umum (General Exploration)
Tahapan eksplorasi ini dimaksud untuk mendeliniasi suatu endapan atau untuk mengetahui gambaran awal bentuk tiga dimensi endapan mineral. Luas daerah yang diselidiki biasanya terbatas dalam beberapa puluh km2. Metoda yang digunakan dalam tahapan ini adalah pemetaan geologi rinci pada skala 1 : 10.000 – 1 : 2.000, pencontohan batuan/tanah pada jarak yang lebih rapat dengan menggunakan grid dengan interval tertentu. Metoda pendukung lain adalah geofisika, pembuatan uji paritan dan pemboran untuk evaluasi pendahuluan kuantitas dan kualitas dari suatu endapan mineral. Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui gambaran geologi suatu endapan berdasarkan sebarannya, perkiraan awal bentuk tiga dimensinya, ukuran, sebarannya, kuantitas dan kualitasnya. Hasil analisis dan evaluasi dari tahapan ini untuk menentukan apakah eksplorasi rinci dan studi kelayakan tambang diperlukan.
4.    Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahapan ini dilakukan untuk mendeliniasi secara rinci dalam bentuk 3-dimensi terhadap endapan mineral yang telah diketahui dari pencontohan singkapan, paritan,sumuran, pemboran, terowongan. Luas daerah yang diselidiki biasanya sangat terbatas dalam beberapa km2  dengan titik pengamatan yang makin rapat. Dengan jarak titik pencontohan/pengamatan yang semakin rapat, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas dan kualitas endapan mineral tersebut dapat ditentukan dengan tingkat ketelitian yang tinggi.
Dalam tahapan ini kegiatan yang dilakukan biasanya berupa pemetaan geologi rinci dengan skala 1 : 2.000 – 1 : 500, pembuatan parit uji/sumur uji, pemboran, terowongan dan mulai dilakukan uji pengolahan.
Laporan eksplorasi adalah dokumentasi mutahir dari setiap tahapan eksplorasi yang menggambarkan keberadaan endapan mineral  baik secara bentuk, ukuran, sebaran, kualitas dan kuantitas. Laporan tersebut memberikan status mutahir sumberdaya mineral yang dapat digunakan untuk menentukan tahapan-tahapan berikutnya yang akan dilakukan.

B. Tingkat Klasifikasi Sumber Daya Mineral dan Cadangan
a.    Sumber Daya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resources) adalah sumberdaya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan pada tahapan Survey Tinjau
b.    Sumber Daya Mineral Terreka (Inferred Mineral Resources) adalah sumber daya yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahapan Prospeksi
c.    Sumber Daya Mineral Terunjuk (Indicated Mineral Resources) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahapan Eksplorasi Umum.
d.    Sumber Daya Mineral Terukur (Measured Mineral Resources) adalah sumber daya mineral yang kuantitas dan kualitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahapan Eksplorasi Rinci.
e.    Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumber daya mineral terunjuk dan sebagian sumber daya terukur yang tingkat keyakinan geologinya masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.
f.     Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumber daya mineral terukur yang cadangan berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.


Dasar Klasifikasi :
Klasifikasi sumber daya mineral dan cadangan didasarkan pada 2 kriteria yaitu :
a.    Tingkat Keyakinan Geologi
b.    Pengkajian Layak Tambang

a.    Tingkat Keyakinan Geologi
Tingkat keyakinan geologi ditentukan oleh 4 tahapan eksplorasi, yaitu :
Penyelidikan Umum :
-          Survey tinjau
-          Prospeksi
     Eksplorasi :
-          Eksplorasi Umum
-          Eksplorasi Rinci
Kegiatan dari survey tinjau ----------> Eksplorasi Rinci meninjukan tingkat keyakinan yang semakin tinggi.

b.    Pengkajian Layak Tambang
-      Pengkajian layak tambang meliputi faktor-faktor : ekonomi, penambangan, metalurgi (untuk bijih), pemasaran, lingkungan, sosial dan hukum/ perundang-undangan.
-         Pengkajian layak tambang akan menetukan apakah sumber daya mineral akan berubah menjadi cadangan atau tidak.
-         Berdasarkan kajian ini bagian sumber daya mineral yang layak tambang berubah status menjadi cadangan sedangkan yang belum layak tambang tetap menjadi sumber daya mineral.

Setelah berbagai tingkat kegiatan di atas dilaksanakan sehingga diketahui besaran cadangan, letak dan geometrinya maka kegiatan berlanjut ke studi kelayakan (Feasibility Study), konstruksi dan eksploitasi.


 Oleh       : Eko Palmadi
  Sumber  : Disarikan dari berbagai bacaan mengenai eksplorasi